Babad Dalem Waturenggong

DALEM WATURENGGONG
( th 1460 – 1550 ) M

Pada Masa Pemerintahan Dalem Ketut Ngulesir telah dinobatkan putra beliau yaitu Dalem Waturenggong sebagai Raja Muda tahun caka 1380 atau tahun 1458 M. Dengan wafatnya ayah beliau pada tahun 1460 maka Dalem Waturenggonglah yang menggantikan kedudukan beliau sebagai Raja di Kerajaan Gelgel dengan kekuasaan penuh terhadap Pulau Bali.

Pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong Kerajaan Bali mencapai masa keemasannya hal tersebut tercapai berkat kebijaksanaan beliau dalam mengatur pemerintahan dan penegakan hukum serta perhatian beliau terhadap kesejahteraan rakyat. Begitu juga orang orang Bali aga (asli) diberikan kedudukan dalam pemerintahan dan diperlakukan secara adil.

Dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit yang merupakan pemerintahan Pusat pada tahun 1478 maka Bali melepaskan diri dan menjadi wilayah yang merdeka. Kerajaan Gelgel kemudian memperluas wilayah kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan Blambangan pada tahun 1512 M dan menguasai Pulau Lombok tahun 1520 M. Dalem Waturenggong adalah raja yang sangat ditakuti oleh raja Pasuruan dan Raja Mataram. Pemerintah Dalem Waturenggong pada abad XVI (sekitar tahun 1550 M) merupakan awal lepasnya ikatan dan pengaruh Majapahit terhadap kerajaan Bali seiring runtuhnya kerajaan Majapahit oleh Kerajaan Islam.

Menteri Mentri pada Jaman pemerintahan ayahnya yang sudah berusia lanjut digantikan oleh putra putranya diantaranya Ki Gusti Batan Jeruk sebagai patih Agung digantikan oleh oleh putranya yaitu Rakyan petandakan juga Ki Gusti Abian Tubuh dan Ki Gusti Pinatih telah menunjukkan rasa baktinya menuruti jejak orang tuanya masing masing kehadapan Dalem Waturenggong.

Dalem Waturenggong mewarisi keris pusaka Ki Lobar , Si tandang langlang dan Si begawan Canggu yang diberikan oleh Patih Gajahmada kepada Kakek beliau Dalem Sri Kresna Kepakisan pada saat pertama kali memegang pemerintahan di Pulau Bali yang mana keberadaan senjata sakti tersebut sangat ditakuti oleh musuh musuh beliau karena dapat mencari sasarannya sendiri atas perintah si empunya.

Pasukan inti dari Kerajaan Gelgel adalah Dulang Mangap dengan kekuatan inti sebanyak 1600 orang dipimpin oleh patih Ularan yang merupakan warga Bali Aga (Bali Asli) keturunan Ki Pasung Grigis yang merupakan patih Kerajaan Bedulu sebelum dikalahkan Majapahit.

Akibat jatuhnya Majapahit maka banyak para arya dan Brahmana dari Majapahit yang datang ke Bali diantaranya Dang Hyang Nirarta yang di Bali terkenal dengan sebutan Pedanda Sakti Wawu Rauh / Dang Hyang Dwijendra dan di Lombok terkenal dengan sebutan Sangupati dan di Pulau Sumbawa beliau disebut dengan Tuan Semeru.

Kedatangan Dang Hyang Nirarta ke Bali disambut oleh I Gusti Dauh Bale Agung. Beliau kemudian diangkat sebagai Bagawanta Kerajaan Gelgel. Peranan belaiu sebagai Bagawanta sangat besar dalam bidang keagamaan, arsitektur dan kesusatraan sehingga Kerajaan Gelgel pada abad ke 6 tersebut mencapai puncak kejayaannya. Beliau selalu memberikan petunjuk dan nasehat kepada Dalem Waturenggong dalam menjalankan pemerintahan, dan salah satu ajaran beliau yang diwarisi sampai sekarang adalah konsep TRI PURUSA (Siwa, Sada Siwa dan Parama Siwa yaitu :

Parama Siwa yaitu Sifat Tuhan sebagai Brahma yang merupakan sumber dari segala sumber di alam semesta
Sada Siwa yaitu sifat Tuhan sebagai Asta Iswara dan Cadu Sakti
Siwa yaitu Sifat Tuhan sebagai jiwa alam semesta.
Dalam wujud tempat persembahyangan dinamakan Padmasana yang memadukan ajaran Tri Murti dari Mpu Kuturan dan Konsep Tri Purusa dari Dang Hyang Nirarta yang dipergunakan hingga saat ini.

Pada Masa Pemerintahan Dalem Waturenggong wafatlah I Dewa Tegal Besung yang merupakan Paman beliau atau anak dari Dalem Kresna Kepakisan Raja Bali I setelah ekspedisi Majapahit tahun 1343 M. Beliau meninggalkan 5 orang putra yaitu :
I Dewa Anggungan
I Dewa Geding Artha
I Dewa Nusa
I Dewa Bangli
I Dewa Pagedangan
Putra putra beliau senantiasa mengabdikan diri kepada Dalem Waturenggong karena masih bersepupu dengan beliau dan oleh Dalem Waturenggong ke lima saudara sepupunya masing masing diberikan tempat tinggal dan sandang pangan secukupnya.


PEMBANGUNAN PURA-PURA

Pura-pura yang dibangun atas petunjuk Dang Hyang Dwijendra adalah :
Pura Purancak di Jembrana
Pura Rambut Siwi di dekat desa Yeh Embang dibangun kembali atas petunjuk beliau dan di sana disimpan potongan rambut Dang Hyang Dwijendra,
Pura Pakendungan di desa Braban Tabanan, di sini disimpan keris beliau.
Pura Sakti Mundeh dekat desa Kaba-kaba Tabanan
Pura Petitenget di pantai laut dekat desa Kerobokan (Badung) di sini disimpan pecanangan (kotak tempat sirih)
Pura Dalem Gandhamayu yang terletak di desa Kamasan (Klungkung) di tempat itu beliau menemukan bau harum sebagai isyarat dari Hyang widhi.

AKHIR MASA PEMERINTAHAN

Dalem Batur Enggong wafat tahun 1550 M beliau meninggalkan 2 orang Putra dan 1 orang Putri yaitu :
Raden Pangharsa/ Dalem Bekung
Raden Anom Sagening/ Dalem Sagening
Seorang putri tidak diceritakan
Setelah Dalem Watur Enggong Wafat maka putra tertua yaitu Raden Pangharsa dinobatkan sebagai Raja Gelgel tahun 1560 dengan Gelar Sri Aji Pamahyun/ Dalem Bekung karena beliau tidak mempunyai keturunan.